Pesona hamparan bunga Raflesia di Ranah Minang
Bunga Raflesia merupakan tumbuhan langka dan dilindungi Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya.
Tumbuhan ini tidak memiliki batang, daun, ataupun
akar yang sesungguhnya. Raflesia merupakan endoparasit pada tumbuhan
merambat dari genus Tetrastigma (famili Vitaceae) yang menyebarkan
haustoriumnya yang mirip serabut di dalam jaringan tumbuhan merambat
itu.
Raflesia termasuk genus tumbuhan yang mengalami kelangkaan
karena kehidupannya secara biologis bergantung kepada tumbuhan inang
dari jenis Tetrastigma tertentu. Kondisi pertumbuhan Raflesia
ditentukan oleh kondisi tumbuhan inang. Faktor utama yang memengaruhi
pertumbuhannya ialah iklim dan lingkungan tumbuhan inangnya. Hampir
semua spesies Raflesia hanya dapat tumbuh di habitat alaminya.
Di
Sumbar, bunga tersebut pertama kali ditemukan di Cagar Alam Batang
Palupuh, Kecamatan Palupuh, Kabupaten Agam zaman Belanda pada 1928. Di
Cagar Alam Batang Palupuh ditemukan bunga Raflesia jenis Arnoldii dan
sampai saat ini masih banyak ditemukan knop atau bonggol.
Sejak
ditemukan bunga langka di lokasi tersebut, kawasan itu kemudian
ditetapkan sebagai Cagar Alam Batang Palupuh oleh Pemerintah Belanda
lewat Gubernur Besluit No. 3 STBL No. 402 pada 14 November 1930.
Selain
di Agam, bunga Raflesia juga ditemukan di 14 kabupaten dan kota di
Sumbar, seperti, Kota Padang, Padang Panjang, Bukittinggi, Kabupaten
Solok, Padang Pariaman, Pasaman, Pasaman Barat, Solok Selatan, Pesisir
Selatan, Dharmasraya, Sijunjung, Tanahdatar, dan Limapuluh Kota. Hanya
ada lima kabupaten dan kota belum ditemukan bunga Raflesia, seperti
Kota Solok, Sawahlunto, Payakumbuh, Pariaman, dan Kabupaten Kepulauan
Mentawai.
Hal itu, disebut Pengendali Ekosistem Hutan Balai
Konservasi Sumber Daya Alam Sumbar Ade Putra, berdasarkan data yang
diperoleh BKSDA setempat.
Di Sumbar terdapat 36 titik sebaran bunga langka itu dengan jenis Arnoldii, Gadutensis, Haseltii, dan Tuan-mudae. Sebaran
paling banyak terdapat di Kabupaten Agam dengan jumlah 16 titik
tersebar di Kecamatan Palembayan, Tanjungraya, Palupuh, Baso,
Kamangmagek, Tilatangkamang, Malalak, dan Matur.
Bunga itu tumbuh
dan berkembang di kawasan hutan rakyat, hutan lindung, cagar alam,
suaka marga satwa dan halaman rumah warga Batang Palupuh, Kecamatan
Palupuh atas nama Joni Hartono, setelah ia berhasil membudidayakan bunga
itu.
Bunga itu, antara lain tumbuh di lokasi ketinggian yang memiliki kelembaban dan hutan yang masih asri. Siklus
bunga itu cukup cepat dengan waktu delapan hingga 10 hari dari mulai
mekar sampai dengan mekar sempurna, untuk selanjutnya menjadi layu.
Ketika mekar, bunga itu cukup indah dan momen tersebut sangat dinanti oleh warga untuk melihat secara dekat. Keberadaan bunga itu menjadi daya tarik bagi wisatawan nusantara dan mancanegara untuk melihat secara dekat.
Sumber : antarasumbar.com
No comments