Hindari Bertengkar di Depan Anak, Ini Dampak yang Bisa Terjadi
Bertengkar dengan pasangan memang wajar, tetapi jangan sampai melakukannya di depan anak. Pasalnya, hal ini dapat membawa pengaruh negatif bagi kesehatan mental, bahkan menimbulkan trauma pada buah hati. Trauma apa yang bisa muncul dari pertengkaran orangtua dan bagaimana cara mengatasinya?
Tanda anak trauma setelah melihat pertengkaran orangtua
Setiap anak memiliki reaksi berbeda, tapi umumnya Anda bisa melihat perbedaan perilaku anak setelah ia melihat pertengkaran kedua orangtua. Terlebih pada masa perkembangan anak 6-0 tahun, ia dapat dengan mudah belajar dan merekam semua hal yang ia lihat, termasuk karena melihat pertengkaran orangtua. Atas dasar itulah, sebisa mungkin orangtua bertengkar di depan anak harus dihindari.
Berbagai tanda anak trauma setelah melihat pertengkaran orangtua, yaitu sebagai berikut.
- Bersikap seolah ia takut pada orangtuanya.
- Menghindari kedua orangtuanya dalam berbagai kesempatan.
- Sering murung, banyak menyendiri, atau suka menangis.
- Muncul gejala depresi, kecemasan, masalah perilaku, maupun stres pada anak.
Faktanya, ternyata bukan jumlah pertengkaran orangtua yang paling berdampak bagi diri anak.
Faktor yang paling berpengaruh pada anak yakni apakah pertengkaran kedua orangtua bertambah parah atau justru semakin baik dengan saling berdamai. Pertengkaran orangtua bukanlah masalah bila Anda dan pasangan berusaha menyelesaikan masalah.
Sayangnya, tidak semua orangtua menyadari bahwa anak-anak sangat sensitif terhadap konflik atau pertengkaran ayah dan ibunya. Padahal, usia anak-anak merupakan masa di mana tumbuh kembangnya sedang berjalan dengan pesat.
Cara menjelaskan arti bertengkar di depan anak
Jika pertengkaran tidak bisa dihindarkan hingga terlihat oleh si Kecil, sebaiknya Anda dan pasangan segera memberikan ia pengertian. Jelaskan pada anak apa yang baru saja terjadi agar ia tidak merasa tertekan bahkan sedih. Penjelasan tentang apa itu bertengkar perlu disesuaikan dengan usia anak.
Ketika ia masih kecil, Anda bisa menjelaskan dengan kalimat seperti, “Adik, tadi Ibu dan Ayah cuma marahan sebentar kayak kamu dan teman di sekolah, tapi kita udah baikan, kok.”
Jelaskan juga bahwa dengan bertengkar ibu dan ayah jadi paham apa yang disukai dan tidak disukai, seperti si Kecil dan temannya di sekolah. Sementara bila berantem di depan anak yang usianya sudah semakin dewasa, orangtua bisa menjelaskan dengan lebih jujur. Jelaskan bahwa setiap orang punya perbedaan pendapat, termasuk ibu dan ayah. Tak lupa, jelaskan juga bahwa meskipun bertengkar, Anda dan pasangan sedang berusaha atau sudah menyelesaikan masalah beda pendapat tersebut.
Arti bertengkar di depan anak remaja bisa dijelaskan sebagai proses belajar mengenal antara ayah dan ibu sembari memperbaiki diri. Penjelasan yang jujur pada anak usia remaja ke atas penting dilakukan.
Hal ini perlu dilakukan agar anak paham kondisi orangtua dan merasa dipercaya dan dilibatkan dalam keluarga.
Berikut cara untuk mengatasi trauma usia orangtua bertengkar di depan anak.
1. Tanyakan apa yang anak rasakan
Pertama, tanyakan apa yang dipikirkan dan apa perasaan anak setelah melihat ibu dan ayahnya bertengkar. Dengarkan penjelasan anak baik-baik, kemudian pahami persepsi dan perasaan mereka. Bila anak terlihat sedih dan kecewa, beri ia waktu untuk menenangkan diri sembari tetap menemaninya.
Ini bertujuan agar anak merasa bahwa ia masih mendapatkan perhatian dari orangtuanya. Hindari melakukan kekerasan pada anak sebagai bentuk pelampiasan dari pertengkaran Anda dengan pasangan.
2. Berikan penjelasan kepada anak
Orangtua bisa melakukan edukasi usai berantem di depan anak. Edukasi di sini maksudnya dengan memberikan penjelasan kepada anak tentang pertengkaran yang terjadi di antara orangtua. Setidaknya, katakan pada anak bahwa pertengkaran ini hanya sesaat, ibu dan ayah juga sudah berbaikan setelahnya.
Ibu dan ayah bisa melihat bagaimana reaksi dan dampak ke anak beberapa hari atau minggu kemudian.
Beri keyakinan kepada anak bahwa hubungan kedua orangtua alias Anda dan pasangan masih akan baik-baik saja setelah pertengkaran tersebut.
Sampaikan juga bahwa Anda dan pasangan tetap saling percaya dan mencintai satu sama lain, tetapi hal ini bukan berarti suatu hubungan akan selalu berjalan sempurna. Sebab terkadang, anak mungkin berpikir bahwa pertengkaran berarti kedua orangtuanya tidak saling mencintai.
Semua orangtua, termasuk ayah dan ibu, yang saling sangat mencintai sekali pun pernah punya masalah yang perlu diselesaikan. Jika sikap anak tidak berubah, masih ceria seperti biasa, orangtua sebisa mungkin jangan menunjukkan lagi pertengkaran tersebut.
Berikut beberapa dampak saat anak mengalami trauma akibat melihat kedua orangtua bertengkar di depan dirinya.
1. Bertengkar di depan anak membuatnya merasa takut dan cemas
Trauma dapat menyebabkan anak dipenuhi rasa takut dan cemas akibat pernah melihat kedua orangtua bertengkar. Rasa takut dan cemas ini dapat mengganggu belajarnya di sekolah, pertemanan atau kehidupan sosialnya, hingga memengaruhi aktivitasnya sehari-hari. Anak juga dapat menilai hubungan pernikahan sebagai hal yang negatif atau tidak menyenangkan.
Bahkan anak dapat merasa tidak nyaman di rumah dan mengalihkan rasa trauma tersebut ke pergaulan atau hal negatif, seperti minum-minuman beralkohol. Membiarkan trauma anak dapat membuat perasaannya jadi tertekan, lalu mengarah ke depresi, dan sampai bisa melukai dirinya sendiri.
Anak juga bisa tumbuh menjadi pribadi yang susah diatur.
2. Perkembangan emosi anak terhambat
Di sisi lain, bertengkar di depan anak dapat berpengaruh pada keterbatasan perkembangan emosi anak. Ketika perkembangan emosi anak terganggu, biasanya ia menunjukkan tanda atau gejala seperti depresi dan kecemasan.
Dampak dari bertengkar di depan anak membuat si Kecil menunjukkan perubahan sikap yang tidak biasa. Perubahan sikap akibat melihat pertengkaran kedua orangtua dapat membuat anak menarik diri dari lingkungan sosial dan sering terlihat murung. Bukan hanya itu, dalam beberapa kasus, anak mungkin bertindak yang tidak seharusnya dan menjadi sulit untuk ditangani.
Sebagai contoh, anak melampiaskan kekecewaan dan rasa sedihnya dengan memarahi saudara kandungnya maupun teman bermainnya.
Anak juga bisa berulah dengan bersikap nakal untuk mengalihkan perhatian kedua orangtuanya. Jika upaya ini berhasil, anak mungkin akan melakukannya lagi dan lagi.
Berbagai perubahan tersebut yang dialami anak perlu Anda sadari dan perhatikan.
Hal lain yang perlu Anda ketahui bahwa pertengkaran orangtua secara fisik, verbal atau perkataan, dan saling mendiamkan dapat berdampak buruk bagi anak.
Bila anak mengalami keluhan, misalnya anak jadi murung terus menerus dan masih takut kepada ayah dan ibu, sebaiknya segera dibawa ke profesional, misalnya psikolog anak.
Sumber : hellosehat.com
No comments